Selasa, 06 Juli 2010

Kevin

Masih ingat sosok cameo yang muncul dalam episode ‘Kencan Ganda Di NAV Dago Plaza’? gw pernah janji mau menceritakan tentang dia secara khusus dalam satu postingan. And the story goes...

Kevin adalah salah satu high quality brondonk yang pernah mengisi hidup gw. Kevin seorang brondonk keturunan manado yang tumbuh dan besar di kota P. Postur tubuhnya tidak terlalu tinggi, badannya slim, dengan wajah tampan. Namun yang selalu gw ingat adalah senyum ramahnya.

Even dia sibuk dengan tugas-tugas kuliahnya yang menumpuk, tapi dia juga seorang yang sangat menikmati hidup. Dia tergila-gila maen game online, dia bisa menghabiskan waktu semalaman di tempat game online untuk memuaskan hobby nya. Kevin juga suka banget ke timezone, tujuannya cuma satu: berjingkrak-jingkrat diatas dance pad main dance dance revolution alias DDR.

Seminggu setelah pertemuan tidak sengaja antara gw dan Kevin di Dago Plaza, kami janjian untuk ketemuan. Sekitar pukul 23.00 malam gw menjemput Kevin di sebuah tempat game online, di daerah Dipatiukur. Setelah gw telepon memberi tahu kalo gw sudah ada di tempat sesuai dengan janjian. Kevin muncul dari bangunan lantai 2 tempat game online dengan senyum yang mengembang. Dia segera turun menghampiri gw.
“Apa kabar Kak? Akhirnya ketemuan juga ya...” sahutnya, sambil tersenyum.
“Baek.” Jawab gw singkat.
“Kita mau kemana neh?” lanjut gw.
“Kak, kita makan aja yuk!” Kevin mengajukan usul.
“Emang kamu pengen makan apa?” Tanya gw.
“Makan siomay malam-malam gini enak kali ya... Tapi kayanya yang jualannya udah pada ga ada...” Gumam Kevin.
“Kayanya di daerah Cibadak atau Gardujati masih ada dech” kata gw mantap.
“Beneran neh Kak?” Tanya Kevin bersemangat.
“Ya udah kita coba cari aja” sahut gw.

Lalu kami meluncur ke daerah Gardujati, emang bener sesuai denga perkiraan gw. Di sana masih ada yang berjualan siomay. Gardujadi memang salah satu spot tempat wisata kuliner malam hari di Bandung.
Sambil menikmati kelezatan siomay, kami pun larut dalam obrolan tentang kegiatan kami masing-masing.
“Kamu mau makan ronde jahe ga?” Tanya gw.
“Apaan tuh?” Tanya Kevin.
“Bola-bola dari ketan berwarna warni, yang dalamnya diisi racikan kacang tanah dan gula merah, disiram air campuran gula dan jahe. Enak lho buat ngangetin badan”. Jawab gw berpromosi.
“wah mau, mau, mau...” jawabnya bersemangat.
Kami pun akhirnya memesan ronde jahe untuk dibawa ke kostan Kevin.

Tiba di kostan, kami melanjutkan obrolan sambil makan ronde jahe. Setelah ngobrol ngalor ngidul, gw pamit pulang coz jam sudah menunjukkan pukul 01.10.
“Kevin kakak pulang ya, udah terlalu malam neh” pamit gw.
“Ya... kok pulang...?” sahut Kevin sambil memegang tangan gw menahan kepergian gw.
“Trus mau ngapain lagi? he he he..” Tanya gw, sambil melempar senyum.
Secara perlahan namun pasti di menarik tangan gw, lalu dia memeluk tubuh gw, melumat bibir gw dan.... (selanjutnya pasti tau kan? he he he).
Malam itu gw dan Kevin bergumul dalam panasnya gelora nafsu. Kemudian gw pulang dengan perasaan puas diiring senyuman termanis Kevin.
Setelah malam itu, pertemuan gw dan Kevin terjadi lagi dan lagi. Gw dan Kevin sangat menikmat pertemuan demi pertemuan kami.

Karena kesibukan kuliahnya yang sangat padat untuk meraih gelar dokter, ditambah lagi jadwal pekerjaannya di rumah sakit, membuat gw dan Kevin jarang ketemu. Hampir satu tahun berlalu gw dan Kevin ga pernah ketemu lagi. komunikasi yang terjalin tinggal via chat di YM, sms, atau sesekali telpon.

Pertengahan bulan Mei 2010, ada sms dari Kevin masuk ke hp gw:
Inbox: “Kak bisa ketemu sekarang ga? Lagi bete uy”
Outbox: “Ah kamu, giliran bete baru dech nyari aku he he he...”
Indox: ”Sebenernya sih aku lagi kangen sama kakak... mau ga kak?”
Outbox: “ ya udah sekarang aku kesitu”.

Setelah gw dapat informasi tentang alamat tempat kost baru Kevin, gw meluncur kesana dengan sepeda motor gw.

Tempat kost baru Kevin jauh lebih nyaman dari pada tempat kost yang sebelumnya. Kamarnya cukup luas dengan furniture bergaya minimalis. Buku-buku text kedokteran tertata rapi di rak kayu. Mata gw melihat hardcase sebuah biola tergeletak di lantai.
“Kamu bisa main biola juga?” Tanya gw. Setahu gw Kevin memang sangat menyukai seni musik. Dia tergabung dalam sebuah choir dan dia juga mahir memainkan tuts-tuts piano.
“Lumayan Kak, aku lagi mencoba ikutan audisi jadi anggota orkestra neh. Doain berhasil ya”. Jawab Kevin sambil menyunggingkan senyum manis.
“Kevin... Kevin... kamu ini udah sibuk kuliah, kerja, paduan suara, aktif main musik di gereja, eh mau ikutan orkestra pula? Apa ga takut kecapean? Ingat kondisi tubuh kamu lho...” gw mengingatkan. Coz pernah beberapa kali gw ditelpon Kevin malam-malam waktu kondisi badannya ngedrop.
“Gpp Kak, aku pasti bisa bagi waktu kok he he he...”. Sahut Kevin sambil mengerling nakal.

Kevin selain tampan, dia juga anak yang cerdas. Gelar S1 kedokteran telah diraihnya dalam waktu lumayan singkat. Ga akan mengherankan juga kalo dia akan bisa meraih gelar doker di usianya yang masih belia. Mungkin otak cerdas Kevin diturunkan dari kedua orangtuanya. Maklumlah, Papi dan Mami Kevin profesinya dokter juga.

Gw merebahkan tubuh gw di sebelah Kevin. Lalu gw memeluk tubuh Kevin dari belakang. Mata Kevin terpejam, nyaman dalam kehangatan pelukan gw. Udara Bandung malam itu sangat dingin, tapi ruangan tempat gw dan Kevin berubah menjadi hangat, bahkan membara!! terbakar percikan api permainan panas kami. Malam itu tubuh telanjang kami basah dan mengkilat dipenuhi bulir-bulir keringat. Kevin yang sekarang jauh lebih pandai bercinta dan bisa mengimbangi permainan gw. Gw tahu, Kevin dan gw bercinta menggunakan ‘rasa’ hingga menghasilkan sensasi yang luar biasa...
Gw tahu, kami sedang bermain api, bahkan berkali-kali. Tapi tak ada penyesalan, sekalipun kami harus hangus terbakar oleh gelora asmara.

Kevin memang beda, beberapa kali gw ketemuan dengan dokter atau calon dokter, dan gw berkesimpulan kalo kebanyakan dokter (dan calon dokter) yang gw temui rata-rata tidak pandai bercinta. Entah kenapa, mungkin karena dokter adalah orang yang ‘pintar’ jadi melakukannya lebih didasari teori dan logika, bukan dengan ‘rasa’... huft!! Jangan protes ya, ini bukan harga mati kok. Diluar sana gw yakin masih banyak dokter-dokter yang pandai bercinta he he he...

Conclusions:

Ada saatnya mengedepankan ‘logika’, ada saatnya pula menggunakan ‘rasa’. Ibarat makanan yang disajikan sempurna dan dengan garnish yang menggiurkan, ga akan berarti apa-apa kalo tidak memiliki rasa.