Rabu, 29 Mei 2013

Dosa Masa Lalu

Bulan Agustus, duabelas tahun yang lalu gw untuk pertamakalinya bertemu dengan Nathan dalam salah satu lomba yang gw buat di gereja. Nathan atau Nathanael menjadi salah seorang peserta lomba itu. Waktu itu umur Nathan baru menginjak 16 tahun, satu tahun lebih tua dari rata-rata umur teman-teman seangkatannya di kelas I SMA. Tentu saja gw tau segala informasi tentang Nathan itu dari formulir pendaftaran lomba.

Dari babak penyisihan hingga babak final, menghabiskan waktu 1 bulan lamanya karena lomba hanya dilangsungkan pada Hari Minggu saja. Waktu itu Nathan keluar sebagai juara ke-2, dan berhasil membawa pulang piala beserta sejumlah uang tabungan.

Sabtu pagi di bulan Januari, ada 6 orang pengurus dari departemen youth di gereja, berkunjung ke rumah gw. Maksudnya adalah berkonsultasi dengan gw sebagai salah satu mantan ketua youth (gw ketua youth dengan periode terlama sepanjang sejarah di gereja itu). Tamu-tamu muda itu terdiri dari 4 lelaki dan 2 perempuan. Dan salah satunya adalah... Nathan!!

Mulai dari pertemuan itulah gw makin jauh mengenal sosok Nathan. Dari urusan gereja berubah menjadi hubungan non formil. Nathan dan 3 teman lainnya jadi makin sering main ke rumah. Hubungan yang lumayan aneh sih, coz umur gw terpaut cukup jauh dengan mereka. Dari 4 orang brondonk itu, Satu orang yang sangat akrab dengan gw. Yaitu, Nathan.

Nathan berasal dari keluarga broken home ibu dan bapaknya sudah bercerai. Hal itu menyebabkan Nathan harus tinggal dengan ibu dan bapak tirinya, juga beberapa adik tirinya. Sementara bapaknya tinggal dengan isteri barunya. Padahal, sebelumnya juga Nathan sudah punya kakak-kakak tiri, baik dari perkawinan bapaknya maupun perkawinan ibunya yang terdahulu.

Kepribadian Nathan termasuk tenang tapi ramah. Percampuran darah Chinese dari bapaknya, dan Jawa dari ibunya membuat perpaduan unik. Warna kulit dan wajahnya memang lebih dominan ke Jawa, tapi tak mengurangi ketampanannya.

Makin lama keakraban makin terjalin antara gw dan Nathan. Melalui kegiatan ibadah bareng, olahraga bareng, ngeband bareng, ataupun hanya sekedar jalan-jalan di mall. Semua itu membuat hubungan gw dan Nathan seakan ga ada jarak lagi. Apapun bisa kami bicarakan, tanpa menyimpan rahasia. Gw sudah menganggap dia sebagai adik kesayangan gw. Perlakuan gw yang lebih mengistimewakan Nathan terkadang membuat teman-temannya yang lain merasa iri dan cemburu.

Kekurangan sosok figur ayah dalam hidupnya, membuatnya mencari sosok dewasa yang bisa mengisi kekosongan hatinya. Dan Nathan menemukannya dalam diri gw.

Nathan sangat sering menginap di rumah gw. Bermula karena pulang kemalaman, dan kemudian menjadi rutinitas tiap weekend dan hari-hari libur. Saat libur panjang sudah bisa dipastikan dia selalu ada di rumah gw, untuk menginap berhari-hari. Di rumah gw, Nathan sudah diterima seperti anggota keluarga gw sendiri.

Nathan adalah sosok yang tertutup kepada teman-temannya, dan kurang pede dalam pergaulan. Mungkin latar belakang dia yang berasal dari keluarga broken home, menjadikannya pribadi yang tertutup dan rendah diri. Gw sering menyemangati dia dan membesarkan hatinya, dengan mengatakan kalo setiap orang pasti punya kekurangan dan kelebihan. Jadi dia pasti punya hal lain yang bisa dibanggakan (dia termasuk anak yang cerdas).

Tak terasa keakraban kami sudah berjalan dua tahunan. Saat itu dia sudah duduk di kelas III. O ya dia mengambil jurusan elektronika di salah satu SMK Negeri di Kota Bandung.

Suatu hari terjadi percakapan antara gw dan Nathan

Ko, Mama aku kan muslim. Jadi waktu SD aku disunat. Tapi teman-teman aku ga ada yang tau, aku ga pernah cerita. Aku malu karena beda sama mereka.” Tuturnya.

“Lho kok malu?” tanya gw.

“Kan orang Kristen pada ga disunat, Ko. Sementara aku disunat.” lanjutnya.

“Ga semua juga kali. Banyak kok orang Kristen yang disunat.” Jawab gw.

“Masa? Iya gitu?” dia memasang mimik penasaran.

“Beneran. Koko juga disunat kok.” Sahut gw santai.

“Wah ternyata kita sama ya he he he...” dia tertawa renyah.

“Memang sih di Kitab-Kitab Perjanjian Lama, disebutkan kalo sunat itu wajib dilakukan pada setiap bayi laki-laki sebelum berumur 8 hari. Tapi di Kitab-Kitab Perjanjian Baru, Rasul Paulus lebih menekankan pentingnya ‘bersunat hati’ daripada bersunat secara fisik. Jadi buat orang Kristen zaman sekarang, sunat bukan sesuatu yang wajib dilakukan tapi bukan sesuatu yang dilarang juga untuk dilakukan. Kalo sekarang, alasan sunat buat kita cenderung lebih untuk kesehatan aja.” Gw menjelaskan.

“Oooohhh...” gumamnya.

“Rasul Paulus yang mengatakan sunat itu bukan suatu kewajiban, tapi dia sendiri pun disunat. Bahkan Yesus juga disunat kan?” gw menambahkan.

Dulu gaydar gw belum sehebat sekarang, tapi gw punya feeling Nathan juga punya kecenderungan suka sesama jenis. Secara fisik dia memang cowok banget. Begitupun juga secara tingkah laku. Tapi anehnya tanpa malu-malu dia sering bilang ‘kangen’ sama gw, kalo kami beberapa minggu ga ketemu. Dia juga tak segan-segan memeluk gw kalo tidur bersama. Atau sebaliknya, dia juga diam saja waktu gw memeluknya.Tapi gw ga berani terbuka sama Nathan tentang orientasi seks gw atau menanyakan tentang orientasi seksnya. Gw takut hubungan kami jadi berantakan gara-gara pengakuan yang menurut gw ga terlalu penting.

gambar diambil dari http://homotography.blogspot.com/

Gw dan Nathan seminggu sekali berenang bersama di Hotel Horison. Gw juga yang mengajarinya berenang sampai dia bisa.

Sudah kebiasaan kalo Nathan itu ga pernah bawa shampo dan sabun saat pergi berenang. Jadi dia suka meminjamnya dari gw, setelah gw selesai mandi.

Suatu hari waktu gw dan Nathan selesai berenang. Nathan bilang kalo dia lupa bawa handuk.

“Ko, aku lupa ga bawa handuk... nanti boleh pinjam ga?” tanyanya.

“Iya boleh.” Jawab gw.

Nathan membuka-buka tas ranselnya, nampak mencari-cari sesuatu.

“Yaaa... Ko. Kayanya aku juga lupa bawa kantong kresek buat pakaian basahnya.” Sahut Nathan.

“Masih muda kok pikun? he he he...” Ledek gw.

“Tadi perginya buru-buru sih, Ko.” Nathan beralasan.

“Ya udah, tar celana renangnya gabungin aja sama kresek koko. Kita mandinya bareng aja ya. Biar lebih cepet juga” ajak gw.

“Ayo aja, Ko. Tapi aku malu...” sahutnya.

“Malu kenapa? Sama-sama cowok juga kan? jadi ga usah malu-malu.” Kata gw.

Ruang bilas terutup di Kolam Renang Hotel Horison memang hanya ada 2 atau 3 buah (gw agak-agak lupa). Lagian suasana di Kolam itu emang sepi banget.

Setelah gw dan Nathan berada di dalam kamar bilas, gw menggantungkan tas di hanger, dan menyalakan shower. Setelah kami keramas, saatnya membersihkan badan dengan sabun. Gw melepas celana renang gw. Nathan sesaat bengong, lalu tersenyum memandang gw. Dia pun tanpa ragu melepas celana renangnya.

“Punya kamu imut-imut... ha ha ha” ledek gw, sambil memandang penisnyya Nathan yang terlihat menciut dan berwarna gelap dengan bulu jembut disekitarnya.

“Kedinginan, atuh Ko. Aslinya lebih gede lah.. ha ha ha...” jawab Nathan.

“Coba bikin gede. Pengen tau segede apa” tantang gw sambil senyum.

“Ya ga bisa, Ko. Kan kedinginan.” Dia beralasan.

“Sini koko bikin jadi gede.” Sambil gw berusaha mencolek penisnya dengan tangan gw.

“Jang...an!!" Ucapannya tertahan, karena aksi tangan gw jauh lebih lebih cepat daripada reaksinya he he he...


Hanya dengan satu kali sentuhan, penis Nathan nampak mengembang dan menegang. Begitupun juga penis gw turut ereksi, karena Nathan pun meraih memegang penis gw.

“Wow!! Mulai membesar neh... ha ha ha” canda gw sambil memperhatikan penis Nathan yang tegak menegang.

“Tapi punya koko lebih gede...” sahutnya malu-malu.

Kejadiannya hanya sampai disitu. Ga lebih. Kami hanya mandi berdua, dan bergantian saling menyabuni bagian belakang tubuh kami.

Mulai dari situ, setiap kami berenang pasti mandinya sekamar berdua dan saling menggosok bagian belakang tubuh kami. Walapun yang kami lakukan hanya sebatas itu, tapi gw sangat menikmatinya. Tak ada rasa canggung, dan tanpa rasa malu-malu lagi.

Kejadian itu membuat gw dan Nathan seakan ga ada jarak lagi. Waktu Nathan menginap dan tertidur pulas. Beberapa kali gw pernah memasukan tangan gw ke dalam celana pendek Nathan dan merasakan denyutan penis Nathan yang menegang. Terkadang dalam tidurnya dia melenguh.. hmmmhhhmm... menikmati sensasi usapan dan genggaman tangan gw.  Entahlah apakah dia benar-benar tertidur atau cuma pura-pura tidur. Gw juga ga tau.

Suatu malam waktu Nathan menginap lagi. Kami sama-sama ga bisa tidur. Kami hanya ngobrol-ngalor ngidul ga jelas. Akhirnya sampai ke topik tentang film bokep. Nathan bilang teman-temannya sudah pada sering nonton film gituan, tapi dia ga pernah nonton.

“Jadi, kamu pengen nonton ya?...” pancing gw.

“Hmmmm... pengen tapi takut...” jawabnya ragu.

“Takut apa?” tanya gw.

“Takut dosa, Ko.” Kata Nathan.

“Koko punya satu tuh, mau nonton?” tantang gw. gw memang cuma punya satu-satunya film bokep hetero. Kalo yang homo sih banyak ha ha ha...

“Beneran, Ko?” Nathan malah balik nanya.

“Iya, bener dong.” Jawab gw, sambil mengeluarkan sekeping vcd, dan menyerahkannya sama Nathan.

“Hmmm... boleh diputar sekarang ga, Ko?” Nathan meminta ijin.

“Putar aja.” Sahut gw singkat.


Lalu Nathan memutar film bokep itu, di vcd player yang ada di kamar gw.

Adegan demi adegan menggairahkan terlihat di layar televisi 21 inch milik gw.  Nafas Nathan terdengar memburu. Dia nampak terangsang oleh film bokep itu. Gw juga melihat sesuatu yang menonjol dan membesar dari balik celana seragam abu-abunya.

“Gimana? Seru??” tanya gw.
“Seru banget, Ko. Tapi punya aku jadi tegang banget gini. Sampe pegel rasanya.” Kata Nathan. Tapi matanya tetap tak lepas dari adegan film bokep itu.

“Coli aja sana. Keluarin biar ga tegang.” Gw memprovokasi.

“Ga ah, Ko. Nanggung lagi seru nontonnya.  Masa harus ke kamar mandi dulu buat coli?” tolaknya secara halus.

“Ya ga usah di kamar mandi lah. Disini aja. Pake malu-malu segala.” Sahut gw santai.

Lalu gw melihat Nathan membuka ritzleting celana seragam abu-abunya, terlihat bercak basah pecum di celana dalam Ridernya yang berwarna putih. Tapi dia seakan ragu dan malu untuk mengeluarkan penisnya. Gw hanya mengangguk dan tersenyum, waktu Nathan memandang gw. Kemudian Nathan mengeluarkan penisnya yang ujungnya sudah basah sekali oleh precum. Dia mengocok-ngocok penisnya tapi tidak sampai ejakulasi. Mungkin karena dia terlalu tegang dan merasa tidak nyaman coli di depan gw.

“Kamu buka aja celana kamu.” Saran gw.
Nathan lalu melepaskan celananya.

“Celana dalamnya juga dong, biar leluasa.”  Kata gw.
Secara perlahan dia menurunkan celana dalamnya.

“Bajunya juga lepas aja, biar ga kotor kena sperma.” Gw makin menyemangatinya, sambil diri gw sendiri terangsang cukup hebat menyaksikan semua yang terjadi di depan gw.

Nathan terdiam karena ragu, tapi sebelum dia berubah pikiran gw segera melucuti bajunya. Kini Nathan bertelanjang bulat di hadapan gw dengan penisnya yang super tegang. Sementara gw masih berpakaian lengkap.

“Koko temenin telanjang dong, biar akunya ga terlalu malu.” Pinta Nathan.

Lalu gw segera melepaskan semua pakaian yang melekat di tubuh gw.

Gw melihat Nathan memegang penisnya dan mengocok-ngocoknya, tapi nampak belum mahir memberi kenikmatan pada dirinya sendiri he he he...

“Mau koko kocokin?” gw menawarkan.

“Ga usah, Ko.” Jawabnya singkat.

“Dijamin pasti lebih enak lho...” rayu gw...

“Hmmm... gimana ya...” Nathan tampak mau, tapi ragu.

“Coba kamu berbaring di kasur.” Perintah gw. Lalu Nathan pun mengikuti omongan gw.

“Kamu diam aja ya, kamu nikmati aja sensasi kenikmatannya...” kata gw.

Lalu gw mulai mengelus-elus penisnya, kemudian mengocok-ngocok penis Nathan dengan gerakan yang variatif. Gerakkan kedepan kebelakang, memutar, menggelitik scrotumnya dan lain-lain. Dengan variasi kecepatan yang berubah-ubah. Mata Nathan nampak merem melek menikmati kelihaian tangan gw memainkan penisnya he he he... Jujur, sebenernya gw ingin banget mengoral penis Nathan. Tapi gw masih bisa menahan diri. Gw ingin kejadian ini dianggap oleh Nathan hanya sebagai ‘boy activities’ bukan ‘gay activities’.

“Enak banget, Ko....” Lenguhnya.

“Mau yang lebih enak?” tanya gw.

“Mau diapain lagi gitu, Ko?”  Nathan nampak penasaran.

“Kamu diam aja. Tetap berbaring dan nikmati aja ya...” gw berkata menenangkan.

Lalu gw beranjak mengambil handbody lotion, dari lemari gw. Kemudian gw melumuri penis Nathan yang sudah makin menegang dan sekarang nampak berurat-urat.

“Kok, dingin...?” tanyanya.

“Sssstttt... diam aja ya... kamu relax aja...” kata gw.

Lalu gw mulai memberikan sensasi kenikmatan buat Natahan melalui gerakan tangan gw, dibantu dengan licinnya lotion tadi.

“Enak... Kooo.... enaaaak bangeeeet... uuuhhh... aaaahhh.... ooohhhh....” Nathan melenguh dan maracau keenakan. Badannya mengejang-ngejang, dan diakhiri dengan semburan sperma hangat dari penisnya.  Semprotannya melesat jauh sampai membasahi seprei dan bantal gw.

“Koko keluarin juga dong, biar adil.” Pinta Nathan. Lalu gw pun melakukan apa yang dia minta. Gw masturbasi dihadapan dia...

Setelah kejadian itu, gw tersentak dan tersadar. Kok gw bisa berbuat sejauh itu? Gw takut dianggap telah melakukan pelecehan seksual (sekalipun saat itu Nathan sudah berumur 18 tahun). Gw takut nama baik gw rusak gara-gara cerita kejadian ini tersebar.

Tapi rupanya ketakutan gw tidak terjadi. Nathan bukan tipe orang yang ember. Dia menutup rapat kejadian diantara gw dan dia.

“Sorry ya, Nathan... Waktu itu koko ga kontrol...” gw meminta maaf sama Nathan dalam satu kesempatan.

“Gpp kok. Aku malah senang udah diajarin sesuatu he he he...” jawab Nathan ringan.

“Eh dasar!! Mulai bandel ya...” kata gw.

“Koko nya juga bandel, makanya dedenya juga jadi ketularan bandel ha ha ha...” canda Nathan. Gw pun jadi ikutan tertawa.

Lama juga gw ga bertemu dengan Nathan. Sekarang Nathan sudah bekerja di luar kota dengan karier yang lumayan bagus. Gw hanya mendengar kalo dia sudah menikah untuk yang kedua kali, setelah pernikahan pertamanya kandas gara-gara rongrongan mertua yang mempermasalahkan perbedaan agama. Waktu itu dia terpaksa menikah karena pacarnya telah mengandung. Sekarang dia telah memiliki 2 orang anak. Satu anak perempuan dari pernikahannya yang pertama, dan satu anak laki-laki dari pernikahannya yang ke-dua.

Sekalipun tidak sering, gw dan Nathan masih suka berkomunikasi lewat facebook, sms ataupun  telepon.

Beberapa bulan yang lalu, ada sms masuk;

Nathan: “Koko dimana?”
Farrel  : “Lagi di rumah. Kenapa gitu?”
Nathan: “Aku kangen, pengen ketemu. Boleh ga?”
Farrel  : “Ya bolehlaaaah.... sini cepet.”

Satu jam kemudian, Nathan datang dengan  mengendarai Avanza silver. Postur tubuh Nathan sekarang lebih gemuk, jauh lebih besar dari gw. Waktu masih di ruang keluarga Nathan dan gw sudah terlibat obrolan hangat, termasuk dengan keluarga gw yang lain.

“Ko kita ke kamar yuk, pengen curhat.” Kata Nathan.

Gw hanya mengangguk dan membawanya ke kamar gw. Saat pintu kamar gw ditutup. Dia menyerbu dan memeluk tubuh gw dengan erat.... sangat erat...

“Koko, aku kangen bangeeet...!!!”

Bertahun-tahun telah berlalu. Tapi rupanya sifat aslinya Nathan tidak berubah. Masih seperti dulu. Masih suka manja kalo dekat dengan gw. Dia masih adik kecil gw yang tampan, yang selalu gw sayangi. I love you, Nathan.

Kejadian masa lalu antara gw dan Nathan, masih sering melintas di pikiran gw.  Apakah itu dosa?? Ataukah cinta???


Conclusion:

Cinta yang tak terungkap memenjarakan hati. Indah... tapi tidak dapat tergapai.
Dosa yang termanis meluapkan sejuta kenangan. Menakutkan... tapi tak meninggalkan penyesalan.