Sabtu, 19 Juni 2010

Ketulusan Hati Mama

Jika ada orang yang bertanya, siapakah orang terpenting dalam hidup gw. Gw akan langsung menjawab dengan mantap: Mama!! Mama gw adalah sosok perempuan sederhana, tabah, berhati lembut, tapi tegar. Masalah demi masalah dihadapinya dengan keikhlasan dan keteguhan hati. Di usianya yg sudah beranjak senja, masih tergores sisa-sisa kecantikan masa mudanya.

Mama berasal dari keluarga menengah di kota S di Jawa Barat. Terlahir sebagai anak bungsu dari 9 bersaudara. Di usianya yang belum genap 2 tahun, ibunya (nenek gw) meninggal dunia. Sepeninggal ibunya, Mama dibesarkan oleh bapak bersama ibu tirinya. Dari istri barunya, kakek gw tidak mendapat keturunan, maka tidak heran kalo nenek tiri gw sangat menyayangi mama gw.

Menginjak usia 8 tahun mama diadopsi oleh keluarga Belanda yang tinggal di sebuah rumah di Jl. Menado, Bandung. Pasangan bule Meneeer & Mefrou Hengky sangat menyayangi mama gw. Dari didikan orangtua angkatnya, mama tumbuh menjadi sosok perempuan yang mandiri.
Menginjak usia 14 tahun, kedua orangtua angkat mama, harus meninggalkan Indonesia dan kembali ke negeri leluhurnya. Mama tidak ikut dibawa ke Belanda, karena keluarga dan kerabat tidak mengijinkan mama diboyong ke negeri kincir angin itu.

Akhirnya mama tinggal dengan kakak perempuan tertuanya di Bandung. Mama bertugas mengasuh keponakan-keponakannya, yang jumlahnya banyak sekali (kakaknya mama hampir tiap tahun melahirkan, bahkan ada anaknya yang lahir di tahun yang sama). Usia antara mama dan keponakan yang tertua, hanya terpaut beberapa tahun, maka tak heran sering terjadi konflik dan pertengkaran khas anak-anak. Apapun masalahnya: benar atau salah, berujung dengan mama yang harus mengalah.

Setiap harinya mama melakukan perkerjaan rumah tangga dan merawat keponakan-keponakannya. Hal itu dilakukan selama bertahun-tahun.

Mama menikah dengan seorang pemuda, teman sekelasnya waktu sekolah. Dari pernikahannya lahirlah kakak laki-laki pertama gw, Max. Kemudian disusul kelahiran 2 bayi kembar perempuan, yang sayang umurnya tidak bertahan lama. Berikutnya mama melahirkan seorang anak laki-laki, namanya Ivan, mama sangat menyayangi dia, tapi Ivan pun harus meninggal di usianya yang baru menginjak 1 tahun 7 bulan. Konon wajah Ivan mirip banget dengan gw (nanti akan gw ceritakan secara khusus, kisah kemiripian antara Ivan dan gw).

Keterpurukan ekonomi yang berimbas pada bangkrutnya perusahaan tempat papa bekerja. PHK besar-besaran terjadi, dan papa adalah salah satu korbannya. Keluarga kecil yang awalnya hidup sederhana makin terjepit krisis. Kemiskinan dan masalah keuangan yang tak kunjung usai membuat mama nekad kembali ke kota asalnya S, meninggalkan papa. Mama pergi membawa Max, padahal dia tengah berbadan dua. Papa menyusulnya beberapa bulan kemudian, setelah anak perempuannya lahir.

Mereka pun menetap di kota S, dan tinggal di rumah almarhum orang tuanya, yang sudah dikuasai dan ditempati oleh keluarga kakak perempuan kedua mama, sebut saja namanya Tante Anna.
Setiap harinya mama dan papa bekerja membantu keluarga Tante Anna membuat kue-kue dan makanan lainnya untuk dijual. Banyak sekali jenis kue yang dibuat dari subuh sampai sore. Sore hari bukan berarti pekerjaan itu selesai, karena sore hari sampai larut malam, papa dan mama harus bekerja lagi berjualan martabak di alun-alun kota S. Bertahun-tahun mama bertahan, membanting tulang memeras tenaga.

Sudah tak terhitung lagi seberapa banyak cucuran keringat dan air mata yang tertumpah. Menyedihkan sekali, kerja keras mama dan papa hanya dihargai oleh 2 piring nasi sehari. Jangankan gaji, uang sakupun tak pernah ada. Bener-bener jadi jongos gratisan!! Sampai meninggalpun papah masih menyimpan rasa kecewa dan sakit hati itu. Lain halnya dengan mama gw, dia dengan ikhlas menerima semua itu sebagai jalan hidup yang sudah digariskan Tuhan.

Tante Anna ternyata tidak sekedar licik, tapi juga serakah. Rumah dan tanah warisan peninggalan kakek-nenek gw juga dijualnya tanpa sepengetahuan saudara-saudaranya. Uangnya dia kuasai, saudara-saudaranya yang lain sekalipun pembagiannya tidak rata tapi masih mendapat bagian. Tapi mama gw tak pernah mendapatkan sepeserpun apa yang seharusnya menjadi haknya, karena sudah di telan bulat-bulat oleh saudara kandungnya sendiri. Tapi sekali lagi mama tetap ikhlas.

Papa dan mama sepakat meninggalkan kota S dan kembali ke rumah, di daerah Bandung Selatan. Selepas dari Kota S, mama mencoba berjualan makanan dan papa bekerja di adik iparnya, Om Budiman. Setiap harinya papa bekerja melelehkan dan mencetak lilin. Ribuan bahkan mungkin jutaan batang lilin telah dia hasilkan. Tapi selama berbulan-bulan itu papa tidak pernah mendapat gaji. Sekali lagi papa diperas tenaganya dan dimanfaatkan orang. Yang lebih menyakitkan adalah karena orang-orang licik itu adalah saudaranya sendiri, yang seharusnya memberi pertolongan.

Sampai suatu hari ketika persediaan beras dirumah habis. Papa menyuruh mama untuk meminjam beras ke rumah adiknya, karena papa tahu kalo adiknya baru saja membeli sekarung beras. Tapi sesampainya mama di rumah Om dan Tante Budiman, bukannya pinjaman beras yang didapat tapi hanya hinaan dan kata-kata yang merendahkan. Mama pulang dengan rasa sesak didada menahan tangis. Sesampai di rumah, mama tak kuasa menahan air matanya menetes. Mulai saat itu papa bersumpah tidak akan pernah menginjakkan kaki ke rumah adiknya lagi.

Akhirnya papa mendapatkan pekerjaan lagi, dan secara berangsur-angsur keadaan ekonomi keluarga membaik. Kemudian lahirlah gw dan beberapa tahun kemudian disusul dengan kelahiran adik perempuan gw. Bertahun-tahun papa bekerja keras dan membuahkan hasil. Keadaan sebaliknya terjadi pada keluarga adik perempuan papa. Om Budiman bangkrut. Rumah dan semua harta bendanya ludes akibat kegemarannya berjudi. Berkali-kali papa memberi modal tapi tak pernah membuahkan hasil. Akhirnya papa dan mama menyuruh keluarga Om Budiman untuk numpang di rumah kami. Keluarga kami yang tadinya beranggotakan 6 orang (2 orangtua dan 4 anak), kini harus berbagi tempat dengan 7 orang lagi (Om dan Tante Budiman berama 5 anaknya). Ruang keluarga kalo malam tiba berubah fungsi jadi tempat tidur mereka. Lebih dari 5 tahun keluarga Om Budiman menumpang di rumah kecil kami. Tapi yang membuat gw geram, Om Budiman sehari-hari kerjanya cuma makan dan tidur (pengangguran seumur hidup, bahkan sampai dia meninggal!!!). Malah dia sering menyebalkan karena suka menyuruh-nyuruh gw untuk membeli rokok, memijit badannya dan pekerjaan lainnya yang seharusnya dia kerjakan sendiri. Privacy keluarga kami makin terasa terganggu, kami sering merasa ga enak hati.

Papa kemudian menyewakan rumah buat keluarga adiknya dan mensupport uang bulanan, hingga anak-anak keluarga Om Budiman punya pekerjaan. Dengan mata dan kepala gw sendiri, gw melihat kemurnian hati mama. Dia masih mau menolong keluarga Budiman yang dulu pernah mendzoliminya. Demikian juga terhadap keluarga Tante Anna, mama tak pernah menyimpan dendam. Gw sampai heran, terbuat dari apakah hati mama? Hatinya terlalu murni, bahkan jika dibandingkan dengan emas sekalipun. Ketulusannya telah teruji oleh sang waktu.

Sekarang sepeninggal papa dan semua anak-anaknya dewasa. Tak ada yang berubah dari mama. Dia tetap menyayangi kami, seperti dia menyayangi kami sewaktu kecil. Dia tidak pernah menuntut apa-apa. Dia tidak pernah meminta, yang ada di kamusnya hanya ada kata ‘memberi’. Memberikan cintanya setulus hati. Bahkan dia tidak pernah menyinggung-nyinggung soal kapan gw akan berumah tangga (saudara kandung gw semuanya sudah menikah).

Gw sangat yakin, sekalipun dia tahu keadaan gw yang sebenarnya, dia masih bisa dan mau menerima gw apa adanya. Tapi gw ga sanggup melihat hati mama terluka. Gw ga mau menorehkan luka di jiwanya... Gw hanya ingin membiarkan masalah ini hilang ditelan zaman dan berlalu ditelan waktu. I love you Mom!!!

Conclusions:

Ketulusan hati mungkin tidak selalu membuahkan penghormatan dari manusia. Tapi percayalah: ketulusan hati dapat memberi ketenangan dan kedamaian buat jiwa kita.

Senin, 07 Juni 2010

Pokis

Sebagian besar gay, punya interest lebih (bahkan banyak yang terobsesi) terhadap seseorang yang profesinya laki banget. Seseorang yang bergelut dengan pekerjaan yang menunjukkan kejantanan, dan dianggap punya something special dibandingkan cowok-cowok gay kebanyakan. Profesi yang sering jadi incaran itu diantaranya adalah: tentara, polisi dan satpam. Mungkin orang-orang berprofesi seperti yang gw sebutin diatas, dianggap lebih macho, bisa melindungi dan memberikan rasa aman.

Gw pernah chat dengan seseorang, sebut saja namanya Ghandi, umurnya 27 tahun. Dia sangat susah untuk memperlihatkan pic-nya. Seperti biasanya gw juga ga mau kalo harus duluan memperlihatkan pic gw. Ujung-ujungnya chat waktu itu diakhiri dengan ketidakjelasan.

Tapi gw sempat saling tuker no hp sama dia. Yang bikin gw jengkel, dia sering sms dengan nada memerintah seakan-akan dia yang berkuasa, contohnya:
Inbox: “loe sekarang ke tempat gw!!!” tanpa nanya gw bisa atau ga terlebih dahulu.
Smsnya gw cuex-in. Trus dia sms lagi.
Inbox: “cepetan loe kesini. Gw sudah sange!!” huh apa urusannya sama gw?
Inbox: “Jangan suka jual mahallah sama gw!!

Dan sms-sms beruntun lainnya yang masih dengan nada memerintah seorang boss kepada bawahannya. Gw ga terlalu menanggapi. Gw ga suka tipikal orang yang merasa superior.
Minggu depannya gw ketemu online lagi dengan Ghandi, malam itu akhirnya dia menyerah dan bilang tentang profesinya:
Ghandi : “Gw pokis...”
Gw : “Apaan tuh pokis?”
Ghandi: “Gw polisi”
Gw : “So... what?”
Ghandi : “Ya malu aja, masa seorang aparat kepolisian homo...”
Gw : “Ah loe ada-ada aja. Polisi itu kan cuma profesi dan homo itu soal orientasi sex. Jadi ga ada hubungannya dong? So, kenapa harus malu?” jawab gw datar.


Mungkin terhasut omongan gw, akhirnya dia memperlihatkan picnya tapi dengan catatan: dia wanti-wanti gw harus bisa menjaga rahasia (aduh gitu aja kok repot he he he...). Mungkin karena Ghandi berprofesi sebagai polisi dan terikat dengan korps-nya. Makanya dia sangat berhati-hati pikir gw dalam hati. Tapi malam itu acara ketemuan kami tertunda lagi.

Gw bingung, antara pengen nyoba sama polisi (salah satu profesi yang jadi incaran banyak kaum gay) dan segan, coz Ghandi sekalipun tampan tapi ga masuk kriteria gw (dia bukan brondonk lagi he he he...).
Beberapa hari kemudian gw chat lagi sama dia dan kami sepakat untuk ketemu malam itu. Gw diminta menemui dia di asrama polisi. Gila! It’s real gw harus masuk ke lingkungan yang sebelumnya ga pernah terpikirkan sama gw.

Malam itu jam baru menunjukkan angka 21.09 pada jam digital yang melingkari tangan gw. Diiringi rintik hujan gw memasuki area asrama kepolisian di Jl. N**s. Ga seperti dalam bayangan gw tentang sebuah asrama, apalagi ini asrama polisi sebagai abdi negara. Ternyata tempatnya suram dan kumuh. Belasan tikus-tikus got yang nampak montok (qi qi qi...) berseliweran di sepanjang lorong yang gw lalui. Lorong itu hanya diterangi oleh lampu-lampu temaram ala kadarnya. Lalu gw mengetuk sebuah pintu tripleks, pintu yang menurut gw terlalu rendah, sehingga orang yang masuk melalui pintu itu harus sedikit menundukkan kepalanya kalo tidak mau benjol kejedot kusen he he he... pintu yang rendah itu mungkin diakibatkan renovasi peninggian ubin berkali-kali. Malam itu membuka mata gw, ternyata pengabdian aparat polisi tidak berbanding lurus dengan fasilitas yang dia dapatkan. Mungkin itulah yang membuat banyak aparat menjadi gelap mata menghalalkan segala cara untuk memperoleh ‘kesejahteraan lebih’.

Ghandi membukakan pintu sambil tersenyum dan mempersilakan gw masuk. Ghandi seorang pemuda sunda berkulit kuning dengan kumis tipisnya. Kumisnya mirip kumis perancang busana terkenal, yang teuteup ngondeeeek sekalipun piara kumis hueeekkksss!!! he he he...

Pemandangan di dalam ternyata tidak seseram di luar. Lumayan bersih dan terawat walau kecil dan sederhana. Ruangan berlantai keramik hijau itu diisi benda-benda elektronik standard (tv, dvd player, kipas angin dll... ) tanpa ada kursi untuk duduk.
Lalu gw dan Ghandi larut dalam obrolan ngalor-ngidul ga jelas, obrolan ga penting khas orang-orang yang lagi ketemuan he he he...

Dari obrolannya baru gw tau ternyata dia jadi polisi, bukan karena keinginannya, tapi karena dorongan dan tekanan bapak dan kakak-kakaknya, yang semuanya berprofesi sebagai polisi. Secara psikologis dia pasti tertekan, mengalami dilema dan rapuh (karena harus menjalani 2 kehidupan yang berbeda).

Dibalik profesinya yang keras ternyata dia seorang lelaki manja (tapi tidak ngondek wkwkwk...). Dia merasa nyaman dalam pelukan gw. Malam itu gw lah yang pegang kendali, gw yang jadi superior. Ghandi pasrah menerima semua perlakuan gw (yang lagi balas dendam ) he he he... Ghandi tidak pandai bercinta dan staminanya juga dibawah rata-rata. Dia tumbang, jauh sebelum gw mencapai puncak. Malam itu selesai tanpa gw mengalami orgasme. Tapi gpp, yang penting gw sudah mencoba, even gw ga bisa menikmatinya. Kesimpulannya: buat gw brondonk is the best!!! he he he...

Soal profesi jantan lainnya, teman gw pernah cerita, dia pernah ketemuan dengan seorang tentara dan dibawa ke asrama seskoad di Bandung. Ternyata di kamarnya, tentara itu memiliki koleksi kosmetik dan bahan perawatan tubuh yang super duper lengkap!!! wuiiihhh suka dengdong ya pak? wkwkwkwk... Beberapa gw kali ketemu chat dengan tentara gay, tapi gw memutuskan untuk tidak ketemuan.
Kalo satpam gay? Banyak kale.!!!..he he he.. gw pernah beberapa kali chatting dengan satpam, bahkan ada satpam yang dengan terang-terangan memajang foto-foto seksiya (foto dan video bugil huft!) di sebuah situs gay.
Satpam gay... Polisi gay... Tentara gay... Apa kata dunia...!?! Dan dunia binan menjawab: SANTAI AJA KALEEEEEE... wkwkwkwk...

Conclusions:
Banyak sisi kehidupan yang terlewatkan oleh mata jasmani kita, hanya mata hati yang sanggup memahami kekosongan jiwa seseorang. Profesi ga menjamin soal kejantanan seseorang, dan profesi ga ada hubungannya sama sekali dengan masalah orientasi seksual. Di luar sana banyak banget bertebaran satpam, polisi bahkan tentara gay. So what gitu lho!!! he he he...

Selasa, 01 Juni 2010

Kamal Sang Asisten

Lebih dari 2 tahun lalu gw aktif nge-gym. Hampir tiap hari gw menyempatkan diri nge-gym di sebuah tempat gym di Bandung. Suasana kekeluargaan di gym itu membuat gw nyaman berada disana, bahkan saking kekeluargaannya, personal trainer gw sebut saja namanya Bang Andrian membebaskan gw latihan tiap hari dengan bimbingannya, padahal jadwal resmi latihan gw cuma 3 kali seminggu. Bahkan dia sering ngajak gw latihan bareng di hari minggu.
Banyak hal yang gw temui di tempat gym itu. Mulai dari brondong-brondong atletis, tante-tante kegatelan, kelompok binan yang suka heboh sendiri dan jerat-jerit ga jelas waktu latihan, dsb.
Di gym itu gw beberapa kali melihat orang yang memajang pic tubuh telanjangnya di situs khusus cowok (untungnya waktu chatting gw ga pernah ngasih lihat pic, jadi dia ga hafal siapa gw he he he...).
Karena nge-gym disitu jg, gw jadi kenal dengan Pram, seorang penyiar TVRI Bandung, yang 110% (wuiiih saking yakinnya wkwkwk...) gw yakin dia binan juga he he he... . Dia sering jadi partner latihan gw, dibawah bimbingan Bang Andrian. Pram suka berakting sok macho dihadapan orang-orang, padahal ngondeknya tetep keliatan he he he... Kadang suka pura-pura menggoda cewek-cewek yang sedang ngegym... sok STR8 padahal B-9 bgtz qiqiqi... Dia cerita kalo dia pernah dioperasi wasir sampai 4 kali tapi ga sembuh-sembuh (lho? keseringan dipake buuuu...??? he he he...).

Di tempat gym itu ada seorang pegawai yang bertugas merapihkan alat-alat, sebut saja namanya Kamal. Kamal berasal dari Ciwidey, sebuah kota kecamatan di daerah Bandung selatan. Wajahnya memiliki garis khas ketampanan lelaki desa, ketampanan yang eksotis dengan sifat ramahnya yang natural. Kamal baru berumur 23 tahun, tapi sudah memiliki bentuk tubuh yang bagus. Otot-otot yang melambangkan kejantanan terpahat indah ditubuhnya. Postur badannya sangat pas tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Satu hal yang paling gw sukai dari dia adalah otot perutnya yang seksi, membentuk kotak-kotak alias sixpack. Dia sering memamerkannya keindahan perutnya di hadapan gw sambil senyum-senyum dekat dinding bercermin. Gw sih seneng-seneng aja ngelihat tontonan gratis he he he... Menurut gw tubuh Kamal jauh lebih bagus dari Personal Trainer gw Bang Andrian. Otot-otot di tubuh Kamal lebih kering, sementara Otot-otot Bang Andrian lebih basah sekalipun posturnya tinggi besar tapi perutnya tanpa sixpack.

Kalo Bang Andrian sedang sibuk, Kamal-lah yang suka membantu latihan gw. Dia memang kadang jadi asisten trainer di gym itu.
Kamal suka membantu gw latihan bench press, latihan otot dada dengan posisi gw berbaring, sementara Kamal berdiri ngangkang sejajar dengan kepala bagian belakang gw. Dia membantu memegang batang besi barbel yang beratnya sudah melebihi kemampuan tenaga gw. Ada satu hal yang bikin penasaran gw dengan Kamal: tiap kali dia membantu gw latihan bench press, gw melihat tonjolan di selangkangannya dibalik celana olahraganya. Tonjolannya bukan tonjolan biasa, tapi tonjolan yang nampak sedang full ereksi!!! Dan moment itu terjadi berulang-ulang he he he... Awalnya gw ragu, itu cuma imaginasi otak mesum gw. Suatu hari, waktu dalam posisi latihan benchpress, akal bulus gw mulai bekerja. Gw pura-pura merentang tangan ke belakang (stratching), dan plokk!! Tangan gw mendarat tepat di tonjolan itu!! Tonjolannya terasa keras, swear!! Gw melirik ke atas ke wajah Kamal, sambil bilang:
“Ups! sorry... “ kata gw sambil senyum.
“Gpp...kang Farrel.” jawab Kamal sambil cengengesan.

Dari situ gw bener-bener yakin, kalo burung dia sering hidup waktu membantu gw latihan.
Kejadian ini pernah gw bahas dengan Daffa, sahabat gw. Daffa biasanya cuma latihan treadmill dan latihan ringan lainnya sebentar saja, sisa waktunya habis buat jajan dan ngerumpi he he he... Makanya dia hanya bertahan kurang dari 3 bulan ngegym. Alasannya: ‘tidak bisa menjiwai’ wkwkwkwk...
Disela-sela istirahat, gw menghampiri Daffa.
“Daffa, cobain dech, loe latihan bench press sama si Kamal.” Sahut gw
“Kenapa gitu...?” Tanya Daffa penasaran.
“Coba dech perhatiin selangkangan si Kamal pas dia ngebantuin latihan” sambung gw.
“He he he... dasar otak ngeres” Daffa ngakak.
“Yeee... coba dulu baru komentar!” kata gw berpromosi he he he...
“Ok. dech...”
Lalu dia latihan bench press dengan Kamal. Setelah beberapa waktu berlalu, Daffa balik lagi sambil cengengesan.
“Farrel... itunya si Kamal ngaceng ha ha ha...” Daffa memberi laporan.
“Itu yang gw maksud, latihan ditambah bonus liat sesuatu he he he...” sambung gw sambil ketawa.


Kalo sesekali latihan di hari minggu, biasanya gym kosong melompong alias sepi sesepi-sepinya. Yang latihan paling cuma kami bertiga: Gw, Bang Andrian, dan Kamal. Suasana gym yang kosong membuat kami bisa fokus latihan. Latihan super set yang melelahkan sering kami lakukan bersama. Atau latihan squat yang bikin gempor pun kami jalani bersama.
Suatu hari Minggu gw datang latihan dengan membawa kamera kesayangan gw. Hari itu gw janji mau motretin Bang Andrian dan tentu saja si tubuh seksi Kamal he he he...
Terus terang jantung gw berdegup kencang dan kurang bisa berkonsentrasi, karus mengabadikan gambar tubuh mereka yang hanya memakai celana pendek boxer super ketat (khas binaragawan). Wuiiihhh... bikin horny sekaligus enjoy... setelah sesi pemotretan dengan tubuh Bang Andrian dan Kamal yang mengkilat oleh keringat. Bang Andrian mengeluarkan semir khusus buat tubuh. Krim warna coklat yang biasanya dipakai oleh binaragawan agar bisa menonjolkan dengan lekuk tubuh dan keindahan ototnya secara lebih detail. Gw dengan senang hati membantu membalurkan krim berwarna coklat itu ke tubuh kekar kedua model dadakan itu he he he... Bagian-bagian yang tidak terjangkau oleh tangan mereka sendiri. Dan bagian-bagian tubuh lainnya, yang gw anggap belum tertutup sempurna krim itu. Jadilah gw serasa jadi asisten atlit binaraga wakakakak.... tapi gw sangat enjoy menjalaninya... huft!! Pemotretan pun dilanjutkan...
Puluhan, bahkan ratusan pose tubuh kekar berhasil gw abadikan.
Setelah acara potret memotret beres, Bang Andrian dan Kamal mandi untuk membersihkan krim di tubuhnya.
“Kamal kita mandi bareng aja” kata Bang Andrian.
“Lho kok harus mandi bareng? Kan kamar mandinya ada 2?” Tanya Kamal keheranan.
“Biar bisa saling ngebersihin, kan susah bersihin semir di bagian punggung kalo mandi sendiri mah” sahut Bang Andrian.
Kamal hanya tersenyum ragu.
“Cuex aja sesama laki-laki ini...” sambung Bang Andrian.
“Iya, dech...” Jawab Kamal, sambil melirik ke arah gw.
Mereka pun akhirnya mandi bersama. Terdengar di dalam sana suara tertawa cekikikan dan saling canda. Tp gw ga tau apa yang mereka bicarakan... mungkin saling mentertawakan burungnya masing-masing he he he... Seandainya tubuh gw juga pake semir, pastilah kami jadinya mandi bertiga ha ha ha... (maaf anda kurang beruntung wkwkwkwk...).
Kamal suka gw kasih tips atau sesekali gw ajak makan siang disekitar tempat gym. Dia pernah minta diajak ke rumah gw, dia bilang pengen maen aja. Maen...? Maen apa!?... Maen kelereng??? Wakakakaka....
Gw yakin banget Kamal pasti penyuka sesama jenis juga. Tubuh seksinya sangat menggoda... Tapi gw ga mau ambil resiko. Gw ga bisa kalo harus membuka jati diri kepada orang yang lingkungannya terlalu dekat dengan gw... Resikonya terlalu besar!!!

Conclusions:
Tidak semua ‘keinginan’ harus diwujudkan... Jadikan nafsu sebagai penambah gairah hidup, dan logika sebagai filternya...