Sabtu, 19 Juni 2010

Ketulusan Hati Mama

Jika ada orang yang bertanya, siapakah orang terpenting dalam hidup gw. Gw akan langsung menjawab dengan mantap: Mama!! Mama gw adalah sosok perempuan sederhana, tabah, berhati lembut, tapi tegar. Masalah demi masalah dihadapinya dengan keikhlasan dan keteguhan hati. Di usianya yg sudah beranjak senja, masih tergores sisa-sisa kecantikan masa mudanya.

Mama berasal dari keluarga menengah di kota S di Jawa Barat. Terlahir sebagai anak bungsu dari 9 bersaudara. Di usianya yang belum genap 2 tahun, ibunya (nenek gw) meninggal dunia. Sepeninggal ibunya, Mama dibesarkan oleh bapak bersama ibu tirinya. Dari istri barunya, kakek gw tidak mendapat keturunan, maka tidak heran kalo nenek tiri gw sangat menyayangi mama gw.

Menginjak usia 8 tahun mama diadopsi oleh keluarga Belanda yang tinggal di sebuah rumah di Jl. Menado, Bandung. Pasangan bule Meneeer & Mefrou Hengky sangat menyayangi mama gw. Dari didikan orangtua angkatnya, mama tumbuh menjadi sosok perempuan yang mandiri.
Menginjak usia 14 tahun, kedua orangtua angkat mama, harus meninggalkan Indonesia dan kembali ke negeri leluhurnya. Mama tidak ikut dibawa ke Belanda, karena keluarga dan kerabat tidak mengijinkan mama diboyong ke negeri kincir angin itu.

Akhirnya mama tinggal dengan kakak perempuan tertuanya di Bandung. Mama bertugas mengasuh keponakan-keponakannya, yang jumlahnya banyak sekali (kakaknya mama hampir tiap tahun melahirkan, bahkan ada anaknya yang lahir di tahun yang sama). Usia antara mama dan keponakan yang tertua, hanya terpaut beberapa tahun, maka tak heran sering terjadi konflik dan pertengkaran khas anak-anak. Apapun masalahnya: benar atau salah, berujung dengan mama yang harus mengalah.

Setiap harinya mama melakukan perkerjaan rumah tangga dan merawat keponakan-keponakannya. Hal itu dilakukan selama bertahun-tahun.

Mama menikah dengan seorang pemuda, teman sekelasnya waktu sekolah. Dari pernikahannya lahirlah kakak laki-laki pertama gw, Max. Kemudian disusul kelahiran 2 bayi kembar perempuan, yang sayang umurnya tidak bertahan lama. Berikutnya mama melahirkan seorang anak laki-laki, namanya Ivan, mama sangat menyayangi dia, tapi Ivan pun harus meninggal di usianya yang baru menginjak 1 tahun 7 bulan. Konon wajah Ivan mirip banget dengan gw (nanti akan gw ceritakan secara khusus, kisah kemiripian antara Ivan dan gw).

Keterpurukan ekonomi yang berimbas pada bangkrutnya perusahaan tempat papa bekerja. PHK besar-besaran terjadi, dan papa adalah salah satu korbannya. Keluarga kecil yang awalnya hidup sederhana makin terjepit krisis. Kemiskinan dan masalah keuangan yang tak kunjung usai membuat mama nekad kembali ke kota asalnya S, meninggalkan papa. Mama pergi membawa Max, padahal dia tengah berbadan dua. Papa menyusulnya beberapa bulan kemudian, setelah anak perempuannya lahir.

Mereka pun menetap di kota S, dan tinggal di rumah almarhum orang tuanya, yang sudah dikuasai dan ditempati oleh keluarga kakak perempuan kedua mama, sebut saja namanya Tante Anna.
Setiap harinya mama dan papa bekerja membantu keluarga Tante Anna membuat kue-kue dan makanan lainnya untuk dijual. Banyak sekali jenis kue yang dibuat dari subuh sampai sore. Sore hari bukan berarti pekerjaan itu selesai, karena sore hari sampai larut malam, papa dan mama harus bekerja lagi berjualan martabak di alun-alun kota S. Bertahun-tahun mama bertahan, membanting tulang memeras tenaga.

Sudah tak terhitung lagi seberapa banyak cucuran keringat dan air mata yang tertumpah. Menyedihkan sekali, kerja keras mama dan papa hanya dihargai oleh 2 piring nasi sehari. Jangankan gaji, uang sakupun tak pernah ada. Bener-bener jadi jongos gratisan!! Sampai meninggalpun papah masih menyimpan rasa kecewa dan sakit hati itu. Lain halnya dengan mama gw, dia dengan ikhlas menerima semua itu sebagai jalan hidup yang sudah digariskan Tuhan.

Tante Anna ternyata tidak sekedar licik, tapi juga serakah. Rumah dan tanah warisan peninggalan kakek-nenek gw juga dijualnya tanpa sepengetahuan saudara-saudaranya. Uangnya dia kuasai, saudara-saudaranya yang lain sekalipun pembagiannya tidak rata tapi masih mendapat bagian. Tapi mama gw tak pernah mendapatkan sepeserpun apa yang seharusnya menjadi haknya, karena sudah di telan bulat-bulat oleh saudara kandungnya sendiri. Tapi sekali lagi mama tetap ikhlas.

Papa dan mama sepakat meninggalkan kota S dan kembali ke rumah, di daerah Bandung Selatan. Selepas dari Kota S, mama mencoba berjualan makanan dan papa bekerja di adik iparnya, Om Budiman. Setiap harinya papa bekerja melelehkan dan mencetak lilin. Ribuan bahkan mungkin jutaan batang lilin telah dia hasilkan. Tapi selama berbulan-bulan itu papa tidak pernah mendapat gaji. Sekali lagi papa diperas tenaganya dan dimanfaatkan orang. Yang lebih menyakitkan adalah karena orang-orang licik itu adalah saudaranya sendiri, yang seharusnya memberi pertolongan.

Sampai suatu hari ketika persediaan beras dirumah habis. Papa menyuruh mama untuk meminjam beras ke rumah adiknya, karena papa tahu kalo adiknya baru saja membeli sekarung beras. Tapi sesampainya mama di rumah Om dan Tante Budiman, bukannya pinjaman beras yang didapat tapi hanya hinaan dan kata-kata yang merendahkan. Mama pulang dengan rasa sesak didada menahan tangis. Sesampai di rumah, mama tak kuasa menahan air matanya menetes. Mulai saat itu papa bersumpah tidak akan pernah menginjakkan kaki ke rumah adiknya lagi.

Akhirnya papa mendapatkan pekerjaan lagi, dan secara berangsur-angsur keadaan ekonomi keluarga membaik. Kemudian lahirlah gw dan beberapa tahun kemudian disusul dengan kelahiran adik perempuan gw. Bertahun-tahun papa bekerja keras dan membuahkan hasil. Keadaan sebaliknya terjadi pada keluarga adik perempuan papa. Om Budiman bangkrut. Rumah dan semua harta bendanya ludes akibat kegemarannya berjudi. Berkali-kali papa memberi modal tapi tak pernah membuahkan hasil. Akhirnya papa dan mama menyuruh keluarga Om Budiman untuk numpang di rumah kami. Keluarga kami yang tadinya beranggotakan 6 orang (2 orangtua dan 4 anak), kini harus berbagi tempat dengan 7 orang lagi (Om dan Tante Budiman berama 5 anaknya). Ruang keluarga kalo malam tiba berubah fungsi jadi tempat tidur mereka. Lebih dari 5 tahun keluarga Om Budiman menumpang di rumah kecil kami. Tapi yang membuat gw geram, Om Budiman sehari-hari kerjanya cuma makan dan tidur (pengangguran seumur hidup, bahkan sampai dia meninggal!!!). Malah dia sering menyebalkan karena suka menyuruh-nyuruh gw untuk membeli rokok, memijit badannya dan pekerjaan lainnya yang seharusnya dia kerjakan sendiri. Privacy keluarga kami makin terasa terganggu, kami sering merasa ga enak hati.

Papa kemudian menyewakan rumah buat keluarga adiknya dan mensupport uang bulanan, hingga anak-anak keluarga Om Budiman punya pekerjaan. Dengan mata dan kepala gw sendiri, gw melihat kemurnian hati mama. Dia masih mau menolong keluarga Budiman yang dulu pernah mendzoliminya. Demikian juga terhadap keluarga Tante Anna, mama tak pernah menyimpan dendam. Gw sampai heran, terbuat dari apakah hati mama? Hatinya terlalu murni, bahkan jika dibandingkan dengan emas sekalipun. Ketulusannya telah teruji oleh sang waktu.

Sekarang sepeninggal papa dan semua anak-anaknya dewasa. Tak ada yang berubah dari mama. Dia tetap menyayangi kami, seperti dia menyayangi kami sewaktu kecil. Dia tidak pernah menuntut apa-apa. Dia tidak pernah meminta, yang ada di kamusnya hanya ada kata ‘memberi’. Memberikan cintanya setulus hati. Bahkan dia tidak pernah menyinggung-nyinggung soal kapan gw akan berumah tangga (saudara kandung gw semuanya sudah menikah).

Gw sangat yakin, sekalipun dia tahu keadaan gw yang sebenarnya, dia masih bisa dan mau menerima gw apa adanya. Tapi gw ga sanggup melihat hati mama terluka. Gw ga mau menorehkan luka di jiwanya... Gw hanya ingin membiarkan masalah ini hilang ditelan zaman dan berlalu ditelan waktu. I love you Mom!!!

Conclusions:

Ketulusan hati mungkin tidak selalu membuahkan penghormatan dari manusia. Tapi percayalah: ketulusan hati dapat memberi ketenangan dan kedamaian buat jiwa kita.

14 komentar:

  1. sedih bacanya......
    Mamanya farrel hebat! Salute.....
    Suka dengan quote yang terakhir 'ketulusan hati dapat memberi ketenangan dan kedamaian buat jiwa kita'

    BalasHapus
  2. setiap kerikil-kerikil di masa lalu justru akan menjadi pondasi untuk membangun istana di masa yang akan datang. dan itu terbukti. lihat perjalanan hidup mama-nya farrel.

    anw, suka bacanya!

    BalasHapus
  3. @BaS: Thx bro, dia memang wanita terhebat dalam hidup gw. Dia mengajarkan 'sesuatu' bukan dengan kata" tapi dengan teladan.
    @Apisindica: Betul bro! btw, perumpamaannya keren tuh.

    BalasHapus
  4. Saya suka tulisannya Farrel.
    Bikin saya jadi ingat Mama saya. :D

    BalasHapus
  5. @si codet: thx bro, gw yakin semua orang yang punya mama pasti merasakan hal yang sama.

    BalasHapus
  6. Farrel, kok ceritanya kayak sinetron sih... maksudku, apakah benar2 ada orang sejahat itu sama saudaranya?
    Tapi percayalah, si curang akan segera dapat balasan.
    Bapakku sepanjang hidup juga di-curangi sama sodaranya meskipun gak setragis ceritamu, dan sekarang si curang itu lagi menjalani penderitaannya. Kasian sih, tapi bagemana lagi ya, masak kita harus bantu orang yg lg dlm hukuman, itu namanya kan kolusi ya, kan ndak baik ya...

    BalasHapus
  7. @bedjo: semua emang true story bro, cuma nama dan tempat aja yg disamarkan. orang kalo sudah punya sifat serakah, pasti menghalalkan segala cara. mereka yang menjahati mama sudah meninggal, mungkin mereka tidak mendapat balasan di dunia ini tapi Tuhan tak pernah tidur... mereka pasti mendapatkan apa yg akan menjadi 'bagiannya' di alam sana.

    BalasHapus
  8. i love my mom too, so much

    BalasHapus
  9. wow... hebat!!! dari cerita ini jadi bisa kenal farel lebih jauh... beruntungnya kamu punya mamah yang sehebat ituh.

    BalasHapus
  10. "... sedikit mirip dengan apa yg keluarga aq alamin juga...tp toch dengan waktu semua bisa terlawati dengan indah...suatu sa'at pun apa yg kita tanam itu yg kita dapatkan...apa yg kita sebar itu yg suatu saat kita tuai.."

    BalasHapus
  11. @cah angon singo: thx bro, kamu jg pasti punya ibu yang super. To know me is to love me wkwkwk...
    @laroekoe: beul banget. Hadapi cobaan dan rintangan dan jadilah pemenang!

    BalasHapus
  12. hmm,,,
    hampir sama dengan jalan hidup keluarga saya....
    walau masih sering sakit hati..
    tapi,, lebih baik memberi maaf,,
    hati terasa lebih lebar dan tenang...

    BalasHapus
  13. @adjie segoro: kamu betul bro. sakit hati jangan sampe dibawa mati :)

    BalasHapus